Fakta Detik-Detik Proklamas 17 Agustus 1945 Yang Jarang Diketahui
1. Proklamasi 17 Agustus 1945 bertepatan dengan puasa Romadhon
Sebagian besar yang hadir dalam upacara proklamasi kemerdekaan merupakan tokoh-tokoh islam dan dalam suasana Puasa mereka tetap bersemangat mengikuti jalannya detik-detik proklamasi.
2. Saat memproklamirkan Kemerdekaan Soekarno dalam keadaan sakit.
Setelah semalaman begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda,Bung Karno sakit.Suhu badannya tinggi dan tampak sangat kelelahan.Dia terkena gejala malaria tertiana.2 jam sebelum pembacaan teks Proklamasi Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya.Tapi untungnya Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah.
3. Upacara Proklamasi Kemerdekaan Dibuat Sangat Sederhana
Upacara Proklamasi Kemerdekaan hanya dilakukan di serambi rumah.Upacara tersebut berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor.Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara.
4. Bendera Pusaka Sang Merah Putih terbuat dari sprei
Bendera Pusaka Sang Merah Putih adalah bendera resmi pertama bagi RI.Warna putihnya dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto.
5. Naskah Asli Proklamasi Ditemukan di Tempat Sampah
Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno justru disimpan dengan baik oleh wartawan BM Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik.Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
6. Negatif Film Foto Kemerdekaan Disimpan Di Bawah Pohon
Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang.