Benalu : Obat Tradisional Kanker

Beberapa penelitian dan fakta di masyarakat membuktikan, benalu memiliki efek positif bagi kanker. Di negeri Jerman, untuk mengobati kanker dilakukan dengan memberi suportif obat tradisional kanker berupa ekstrak benalu ( mistel ). Obat itu dapat menghambat dan mematikan sel tumor, sekaligus meningkatkan kekebalan tubuh. Mistel (Viscum album) adalah sejenis benalu yang hidupnya menumpang pada pohon apel dan cemara. Mistel hanya dapat ditemukan di tempat yang memiliki musim dingin. Jadi di Eropa banyak sekali ditemukan tanaman jenis itu.

Secara historis, mistel ( benalu ) juga dikenal sejak zaman Hipokrates sebagai obat antirematik dan antihipertensi. Pada 1920, Rudolf Steiner menemukan khasiat mistel ( benalu ) sebagai obat tradisional kanker.

Temuan awal itu terus dikembangkan di Jerman hingga akhirnya diproduksi sebagai obat suportif. Hingga kini para onkolog menggunakannya sebagai obat pendukung dalam penyembuhan kanker.

Lektin & Viscotoxin

Secara farmakologis mistel ( benalu ) mengandung sejumlah zat bermanfaat seperti flavonoid derivat, alkaloid, inositol, viscinacid, cholin, lektin, dan viscotoxin. Diantara zat-zat tersebut yang paling berperan dalam pengobatan kanker adalah lektin dan viscotoxin.

Lektin berfungsi mengaktifkan sistem imun seperti leukosit, granulosit, makrofag. Sementara viscotoxin berfungsi sebagai racun penghambat dan pembunuh sel kanker. Keduanya membuat mistel jadi efektif dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menghambat serta mematikan sel kanker dengan efek samping yang sangat minim.

Karena mistel ( benalu ) memiliki zat lektin, seringkali disebut dengan mistel lektin. Di Jerman, penggunaan mistel lektin sudah diterapkan dalam terapi kanker. Menurut statistik, setelah diobati, umumnya penderita menunjukkan kualitas hidup yang meningkat.

Pada mereka yang telah dikemoterapi, pemberian mistel lektin dapat mengurangi efek akibat kemoterapi. Rasa mual, rambut rontok, pusing-pusing, dan hilangnya nafsu makan bisa diminimalisasi.

Sebagai obat tradisional masyarakat di berbagai negara sebenarnya juga sudah lama memanfaatkan benalu untuk menyembuhkan beragam penyakit. Seperti bisa dibaca dari naskah kuno Journal of The Asiatic Society of Bengal (1887), keberadaan dan khasiat benalu sudah dikenal luas oleh orang Indonesia sejak lama, khususnya di Jawa, Sumatera dan Kalimantan.

Faktanya, catatan-catatan etnobotani menunjukkan di Jawa pada tahun 1968 benalu sudah digunakan sebagai obat tradisional penyakit cacar air, obat tradisional cacar sapi, obat tradisional diare, obat tradisional cacing tambang, obat tradisional tumor dan obat tradisional kanker.

Pada 1978 penelitian etnobotani juga memberitahukan, benalu teh kering yang direbut airnya dapat diminum untuk menyembuhkan penyakit kanker rahim dan jenis kanker lainnya. Pada tahun 1980, giliran benalu sawo yang dipercaya dapat menyembuhkan tumor payudara.

Pada 1983 ditemukan fakta bahwa benalu jeruk nipis, benalu beringin, dan benalu teh dengan ramuan tertentu dapat menghalau tumor. Setahun kemudian, penelitian etnobotani sekali lagi menemukan fakta di lapangan, air hasil rebusan benalu dan daun tapak dara (Catharanthus roseus), jika diminum, bisa dimanfaatkan untuk obat tradisional kanker. Pada tahun 1995, penggunaan benalu sebagai ramuan jamu di Desa Gentasari, Kroya, Cilacap, sangat marak. Samiran, peneliti tanaman obat di Puslitbang Botani LIPI, Bogor, yang melakukan pengamatan atas maraknya penggunaan benalu itu, sempat menemukan seorang penderita kanker usus yang berhasil sembuh dari penyakitnya setelah meminum rebusan obat tradisional benalu mangga.

Banyak Flavonoid
Selain di Indonesia, khasiat benalu juga dipercaya oleh masyarakat Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini. Di negara-negara itu, benalu juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Di Indocina, daun benalu Dendrophthoe pentandra sering diramu dengan teh, lalu diminum sebagai obat flu. Larutan daun benalu Scurrula ghacififolia digunakan untuk obat tradisional rematik, obat tradisional bisul, serta memperkuat pertumbuhan gigi dan rambut.

Apa sebenarnya rahasia si buruk rupa itu? Dalam kamus tanaman obat atau Phytochemistry, benalu mengandung banyak flavonoid, seperti chalcones, flavonones, c-glycoflavonols dan flavan-3-ols. Flavonoid berfungsi sebagai pelindung si benalu dari kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh sinar ultraviolet dan bertanggung jawab pada warna bunga, buah dan daun.

Dalam ilmu farmasi, flavonoid dikenal sebagai senyawa antiradang, antioksidan, pereda sakit (analgesik), antivirus, anti-HIV, bisa mencegah keracunan hati, antikekebalan lemak, merangsang kekebalan tubuh, sebagai vasodilator ( memperlancar aliran darah ), bersifat antialergi dan antikanker.

Keberadaan flavonoid itu didukung oleh zat-zat lain yang juga terdapat pada benalu, seperti proline, hydroproline, myo-inositol, dan shiroinosotils. Sementara benalu famili Loranthaceae diyakini banyak mengandung tanin. Senyawa ini terdapat pada tanaman benalu berkat hasil kerja sama asam gallic dengan catechin, yang menyebabkan padatnya kadar tanin pada daun dan tangkai batang.

Benalu dikenal sebagai penggemar tumbuhan perdu. Disitu ia biasa membentuk miliu (lingkungan sekitar) yang memberikan kesan rimbun, tidak teratur dan kurang terawat.

Untuk mendapatkan benalu tak sulit. Anda bisa menemukannya di sekitar hutan, tepi jalan, kebun, bahkan tegalan. Tanaman ini berkembang biar dengan cara generatif dan vegetatif (cara pertama, lewat penyebaran biji, dianggap lebih baik dibanding dengan cara kedua).

Jadi tak ada salahnya Anda mulai mencoba melirik si buruk rupa ( benalu) yang ternyata terbukti memiliki beragam manfaat ini bahkan hingga menjadi obat tradisional kanker.
sumber : djamilah-najmuddin

0 komentar:

Posting Komentar